BSIP BERKARYA : “SEHATKAH TANAH PERTANIAN KITA?”
Pentingnya akan Kesehatan tanah khususnya dalam mendukung pertanian berkelanjutan, maka pada Webinar yang diselenggarakan oleh Rumah ENergi dan PISAgro dengan tema “Pentingnya Kesehatan Tanah Untuk Menunjang Produktivitas Pertanian dan Kelestarian Ekosistem”, Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk (BSIP Tanah dan Pupuk), Dr. Ir. Ladiyani Retno Widowati, M.Sc menjadi narasumber dengan paparan berjudul “Sehatkah Tanah Pertanian Kita?”. Webinar ini diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 16 Mei 2023.
Pada kesempatan tersebut, Ladiyani membuka materi mengenai kondisi kesehatan tanah di Indonesia dan definisi tanah sehat. Tanah sehat memiliki fungsi vital dalam kehidupan di ekosistem dan memiliki peran sebagai penyokong kehidupan. Kondisi lahan di Indonesia terdiri dari lahan basah dan lahan kering dengan luasan total 191,1 juta ha yang terdiri dari 43,6 juta ha lahan basah dan 144,5 juta ha lahan kering. Tanah subur terdiri dari 3 karakteristik yaitu kesuburan fisik, kimia dan biologi. Kesuburan secara fisik memiliki persyaratan tanah harus gembur, mudah diolah, sirkulasi udara baik; kesuburan kimia tanah harus memenuhi kadar hara esensial tersedia cukup, pH tanah netral, kandungan C-organik minimal lebih dari 1,5% dan KTK > 8 me/100 g, sedangkan kesuburan biologi, tanah harus memiliki kandungan mikroba fungsional yang dominan, serta mikro dan mesofauna bervariasi.
Berbicara tanah sehat, maka yang dilihat adalah lapisan tanah atas karena tanaman akan menyerap nutrisi dari lapisan paling atas (top soil). Warna tanah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kesuburan tanah karena warna tanah dipengaruhi oleh bahan induk dan bahan organik. Status C-organik pada lahan sawah umumnya rendah, hal ini karena jerami dibuang atau dibakar sehingga daya sanggah tanah semakin menurun. Kondisi ini mengakibatkan efektivitas pupuk dan efisiensi pemupukan menurun sehingga terjadi pelandaian produktivitas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan tanah pertanian yaitu: cara pengolahan tanah yang tidak memperhatikan kemiringan lahan dan struktur tanah; monokultur dilakukan dalam jangka panjang; penggunaan herbisida yang tidak tepat jumlah, waktu dan sasaran; takaran pupuk yang tidak tepat jenis, jumlah, waktu, dan sasaran; dan pembakaran jerami/brangkas, jerami diangkut keluar, dan tidak memupuk dengan pupuk organik.
Selanjutnya upaya teknis yang dilakukan untuk menjaga dan memulihkan kesehatan tanah yaitu dengan melakukan rekapitulasi C-organik tanah; mengembalikan jerami/brangkasan insitu ke dalam tanah; menambahkan pembenah tanah yang tepat; memupuk dengan pupuk organik yang berkualitas; melakukan pemupukan berimbang (pembenah tanah-pupuk organik-pupuk anorganik-pupuk hayati); penanaman berotasi; penggunaan alsin yang sesuai luasan tanah dan levelling/terasering; budidaya hemat air; serta tidak menggunakan herbisida dan pestisida berlebihan. Mengakhiri paparannya, Ladiyani menyampaikan bahwa untuk meningkatkan C-organik tanah dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik yang berasal dari sekitar dan memiliki potensi sebagai sumber bahan organik. (DIK, AFS, M.Is, VA).