BSIP BERKARYA: PENTINGNYA PENGOLAHAN TANAH SAWAH
Padi adalah salah satu tanaman pangan terpenting dan sumber pangan utama bagi >50% penduduk dunia (Nawaz et al., 2022). Menurut data Kementerian Pertanian tahun 2023, Indonesia memiliki lahan padi atau luas potensi panen padi sebesar 10,61 juta ha. Lahan padi/ sawah ini terbagi menjadi dua, yaitu lahan irigasi dan non irigasi.
Lahan padi atau sawah adalah lahan yang tanahnya diolah dan dialiri air, dan pada beberapa waktu tertentu aliran air dipertahankan sehingga terdapat genang, yang ditujukan sebagai tempat menanam padi. Untuk mengairi sawah, diterapkan sistem irigasi dan drainase dari mata air, sungai, atau air hujan. Menurut Sudrajat (2018), berdasarkan fungsinya, lahan sawah memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Keanekaragaman fungsi sawah dapat dilihat dari manfaat sawah yang berbeda-beda ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Sawah, secara ekonomi merupakan salah satu sumber utama produksi produk seperti beras, sayuran, jagung, ikan, rumput dan lain-lain, serta mendukung kegiatan rekreasi atau agrowisata. Secara sosial budaya, sawah merupakan tempat interaksi melalui sistem kerja sekaligus tempat tumbuh dan berkembangnya rasa persatuan atau gotong royong. Fungsi lain dari sawah ditinjau dari segi lingkungan, adalah sebagai ekosistem untuk mengurangi dampak kerusakan akibat banjir, erosi dan menjaga kualitas air sungai, tempat menyimpan karbon, penyeimbang kondisi iklim dan pengendalian hama.
Lahan sawah di Indonesia umumnya dijumpai di daerah dengan topografi landai. Lahan pertanian berupa hamparan sawah yang luas dapat ditemukan di daerah pedesaan yang diselingi perkampungan para petani. Pengelolaan sawah yang baik sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Hasil panen yang baik, dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Secara umum, pengolahan tanah untuk tanaman padi ditujukan agar lapisan tanah yang keras menjadi lebih lunak, melumpur, aerasi lebih baik, dan lapisan tanah bagian bawah menjadi jenuh air, sehingga air dapat tersedia bagi tanaman. Selain itu, saat pengolahan tanah, gulma yang tumbuh akan ikut diolah dan biasanya dibenamkan dalam tanah agar menjadi humus.
Pengolahan tanah sawah dapat dilakukan dengan bantuan tenaga manusia, hewan, dan mesin. Terdapat beberapa tahapan dalam pengolahan tanah sawah, yaitu: 1) Pembersihan. Pada tahap ini, semua gulma yang tumbuh diberantas. Selanjutnya, pematang sawah diperbaiki agar lebih tinggi. Tujuannya adalah agar air tidak mengalir ke luar petakan. Selain itu, pematang yang tinggi dapat memudahkan pengaturan aliran masuk-keluar air. 2) Pencangkulan. Dilakukan pada tiap suduh petakan. Tujuannya untuk memperlancar pembajakan. 3) Pembajakan dan penggaruan. Dilakukan setelah tanah digenangi air selama 1 minggu. Kedalaman lapisan tanah yang dibajak sekitar 15 – 25 cm. Tanah dibalik dan dihaluskan. Setelah dibajak, tanah digaru, kegiatan ini dilaksanakan setelah air dalam petakan dibuang, dengan kondisi masih macak-macak. Selama penggaruan, saluran masuk – keluar air ditutup, untuk menjaga agar sisa air tidak keluar dan tanah terlalu kering. Kegiatan penggaruan dapat dilakukan berulang, tujuannya untuk mengurangi peresapan air ke bawah, meratakan tanah, pembasmian rumput dan memudahkan saat penanaman. 4) Perataan. Kegiatan ini merupakan bagian dari proses penggaruan. Dilakukan setelah lahan digenangi selama kurang lebih 7 – 10 hari.
Secara garis besar, pengolahan tanah sawah dapat dilakukan dalam 3 fase, yaitu penggenangan tanah sampai jenuh air, membajak untuk memecah bongkahan tanah, dan menggaru untuk menghaluskan bongkahan tanah dan melumpurkan tanah. (TR, JAS, AFS, M.Is, Mtm).