BSIP BERKARYA: MENGGALI SNI 6729:2016 UNTUK SISTEM PERTANIAN ORGANIK
Bidang pertanian merupakan salah satu bidang yang terus dibutuhkan dalam kondisi apapun. Perkembangan ilmu pengetahuan menggiring bidang pertanian dalam kondisi yang semakin modern pula. Kesadaran masyarakat terhadap produk pertanian dengan kualitas yang baik semakin tinggi. Kualitas produk pertanian yang baik tersebut salah satunya adalah rendahnya residu logam-logam berat dalam produk pertanian, yang dapat ditimbulkan dari penggunaan pestisida yang berlebihan. Masyarakat modern lebih memilih produk pertanian yang memiliki kualitas baik meskipun harus didapatkan dengan harga yang lebih tinggi. Kualitas produk pertanian yang diminati saat ini mengarah pada pertanian organik.
Budidaya pertanian organik telah diatur dalam SNI 6729:2019 mengenai Sistem Pertanian Organik. Dalam SNI tersebut dijelaskan bahwa Pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan. Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika. Sedangkan produk organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pertanian organik termasuk bahan baku pangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan dan input produksi).
Berdasarkan SNI 6729:2019, Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat.
Dalam sebuah peraturan tentu saja terdapat regulasi yang mengatur tanggung jawab semua pihak terkait dalam proses produksi produk organik yang diatur lebih lanjut oleh Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) lembaga yang kompeten dalam bidang organik yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 380/Kpts/OT.130/10/2005. Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi/verifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai “organik” telah diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani, dan diimpor sesuai dengan Standar Nasional Indonesia ini. Sertifikasi sistem pertanian organik mengacu pada Permentan Nomor 64 tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik atau revisinya.
Ruang lingkup yang tertuang dalam SNI sistem pertanian organik meliputi produk berikut :
a. Tanaman segar, produk tanaman dan produk olahannya
b. Ternak, produk ternak dan produk olahannya
c. Peternakan lebah dan olahannya
d. Produk khusus (jamur) dan produk olahannya
e. Produk yang tumbuh liar dan produk olahannya
f. Input produksi (pakan, pupuk, pestisida, dan benih)
SNI tersebut juga mengatur mengenai bahan yang dibolehkan, dibatasi, dan dilarang untuk penyubur tanah. Bahan yang dibolehkan untuk penyubur tanah terdiri dari: pupuk hijau, kotoran ternak, urine ternak, kompos sisa tanaman, kompos media jamur merang, kompos limbah organik sayuran, ganggang hijau, Azolla, Blue Green Algae (ganggang hijau biru), Molase, Pupuk Hayati, Rhizobium, Dekomposer dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Sedangkan bahan yang dibatasi untuk penyubur tanah meliputi:
1. Kotoran ternak; Berasal dari ternak yang dibudidayakan secara non-organik atau ternak yang diberi pakan GMO
2. Urine ternak; Berasal dari ternak yang dibudidayakan secara non organik.
3. Kompos sisa tanaman; Dibatasi bila berasal dari sisa tanaman yang dibudidayakan secara non organik, termasuk jerami dan sekam padi, bonggol jagung, serbuk gergaji, kulit kacang, kulit kopi, dan lain-lan.
4. Kompos media jamur merang; Dibatasi bila bahan media berasal dari budidaya non-organik. Media jamur merang berupa campuran serbuk gergaji dan bahan organik lain seperti jerami. Jerami padi merupakan sumber kalium.
5. Kompos limbah organik sayuran; Dibatasi bila berasal dari limbah pasar sayuran non-organik. Kompos dari limbah organik sayuran (limbah pasar dan rumah tangga) yang bebas kontaminan logam berat.
6. Dolomit; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas. Diaplikasikan untuk meningkatkan kemasaman (pH) tanah atau menanggulangi kekahatan Mg.
7. Gipsum; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas.
8. Diaplikasikan untuk meningkatkan kemasaman (pH) tanah atau menanggulangi kekahatan Ca dan Mg.
9. Kapur; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas.
10. Diaplikasikan untuk meningkatkan kemasaman (pH) tanah atau menanggulangi kekahatan Ca dan Mg.
11. Kapur khlorida; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas.
12. Diaplikasikan untuk meningkatkan kemasaman (pH) tanah atau menanggulangi kekahatan Ca. Bila berlebihan merusak struktur tanah.
13. Batuan fosfat; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd <90ppm, Hg dan As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi
14. Sumber hara fosfat (P), kalsium (Ca). Batuan fosfat (fosfat alam) melepas hara secara lambat, sukar terlarut dalam pH tanah netral-alkalin, mempunyai efek residu, sebaiknya digunakan pada tanah masam.
15. Guano; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi.
16. Sumber hara fosfat (P), kalsium (Ca). Guano merupakan kotoran hewan kelelawar di gua-gua. Guano merupakan batuan fosfat yang melepas hara secara lambat, sukar terlarut dalam pH tanah netral-alkalin, mempunyai efek residu, sebaiknya digunakan pada tanah masam. Pengambilan harus mendapatkan ijin dari pemerintah daerah setempat.
17. Terak baja (basic slag); Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg dan As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara besi (Fe) dan silikat (Si).
18. Batuan magnesium, magnesium kalkareous; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg, As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara magnesium (Mg) dan sebagai pembenah tanah.
19. Batu kalium, garam kalium tambang; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg, As dan Cl dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara kalium (K). Batuan kalium melepas hara secara lambat.
20. Sulfat kalium; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg, As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara sulfur (S) dam kalium (K).
21. Garam epsom/magnesium sulfat; Dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg, As dan penggunaan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara magnesium (Mg) dan sebagai pembenah tanah.
22. Natrium klorida; Dibatasi hanya yang berasal dari garam tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara Na. Bila berlebihan akan merusak struktur tanah.
23. Unsur mikro (boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, seng); Dibatasi hanya yang berasal dari bahan tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara mikro B, Cu, Fe, Mn, Mo, Zn.
24. Stone meal; Dibatasi hanya yang berasal dari bahan tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Sumber hara mikro B, Cu, Fe, Mn, Mo, Zn, dibatasi kadar logam berat Pb, Cd, Hg, As dan penggunaan terbatas.
25. Liat/clay (bentonit, perlite, zeolit); Dibatasi hanya yang berasal dari bahan tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Diaplikasikan sebagai media tanam atau pembenah tanah.
26. Vermiculite; Dibatasi hanya yang berasal dari bahan tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi.Diaplikasikan sebagai media tanam atau pembenah tanah.
27. Batu apung; Dibatasi hanya yang berasal dari bahan tambang dan digunakan terbatas. Diolah secara fisik berupa penghalusan atau granulasi. Diaplikasikan sebagai media tanam atau pembenah tanah.
28. Gambut; Dibatasi penggunaannya sebagai media tanam dalam pot.
29. Diolah secara fisik dalam kondisi kadar air alami. Eksplorasi gambut secara berlebihan akan merusak ekosistem gambut.
30. Rumput laut; Dibatasi pengolahannya secara fisik tidak menggunakan bahan kimia sintetis. Eksplorasi rumput laut secara berlebihan akan merusak ekosistem perairan.
31. Sumber hara kalium (K).
32. Hasil samping industri gula (vinasse); Dibatasi cara pengolahannya tidak menggunakan bahan kimia sintetis. Sumber karbon organik, nitrogen.
33. Hasil samping industri pengolahan kelapa sawit, kelapa, coklat, kopi, (termasuk tandan sawit kosong, lumpur sawit, kulit coklat dan kopi); Dibatasi cara pengolahannya tidak menggunakan bahan kimia sintetis. Sumber karbon organik, nitrogen, kalium.
34. Sodium nitrat (chilean)
35. Mulsa plastik
SNI Sistem Pertanian Organik juga mengatur tentang bahan penyubur tanah yang dilarang digunakan, meliputi: urea, Single/double/triple super phosphate, Amonium sulfat, Kalium klorida, Kalium nitrat, Kalsium nitrat, Pupuk kimia sintetis lain, EDTA chelates, ZPT sintetis, biakan mikroba yang mengandung media kimia sintetis, kotoran manusia, kotoran babi, Sodium nitrat (Chilean). Dengan adanya SNI 6729:2016 yang mengatur tentang Sistem Pertanian Organik diharapkan mampu meningkatkan mutu dan kualitas produk organik yang dihasilkan (KZ, Srh, ELW, AFS, M.Is, Mtm).